Malam itu Si Kancil berlari dengan cepatnya menembus
gelap dan rimbunya pepohonan. Ia takut, kalau pak tani mengetahui pelariannya
dan segera mengejar bersama anjing yang baru saja dibohonginya. Ia menembus
pekatnya belantara malam serta tak lagi mempedulikan jalan yang dilaluinya.
Setelah cukup lama berlari, Si Kancil merasakan lelah yang tak tertahankan dan
memaksanya harus berhenti. Si Kancil kemudian menyandarkan badannya pada
sebatang pohon untuk beristirahat. Karena kelelahan itulah, Si Kancil sampai
tertidur dengan pulasnya dibawah pohon rindang tempatnya bersandar. Ia
terbangun tatkala matahari mulai menyengat kulit tubuhnya. Ketika terbangun
kepalanya menengok kekiri dan kekanan menandakan ia masih khawatir kalau-kalau
pak tani dan anjingnya mengejar. Setelah memeriksa keadan dan memastikan bahwa
tidak ada yang mengejarnya ia perlahan-lahan melangkah pergi, masuk kedalam
hutan yang lebih lebat.
Tak terasa sudah hampir setengah hari Si Kancil berjalan
dan berlari tanpa sedikitpun makan dan minum. Perutnya terus berbunyi,
kerongkongannya terasa kering, dan masih ditambah lagi pegal yang menyelimuti
seluruh badannya. Sayup-sayup ia mendengar gemericik suara air. Ia pun terus
berjalan untuk mencari tahu sumber suara tersebut. Ternyata tidak jauh dari
tempat tersebut ada sebuah sungan yang masih sangat jernih airnya. Karena haus
yang begitu mencekik, Si Kancil berlari cepat menuju sungai dan langsung minum
sepuas-puasnya. Satu masalah telah selesai. Sekarang tinggal bagaimana caranya
ia bisa mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya yang dari tadi keroncongan.
Ia menduga, tidak jauh dari sungai pasti ada pohon buah yang lezat hingga ia
pun berjalan mengikuti arus aliran sungai tersebut. Dan ternyata benar saja,
tidak begitu lama ia berjalan, dilihatnya ada buah pisang yang sudah masak.
Dengan girang, ia berlari mendekati pohon pisang tersebut. Karena ia tidak bisa
memanjat, maka ia berinisiatif untuk menggoyang-goyangkan pohon pisang itu dengan
harapan ada beberapa biji pisang yang jatuh. Berkali-kali ia mencoba
menggoyangkan pohon pisang, namun tidak ada satu bijipun yang jatuh. Lama
kelamaan Si Kancil menyerah juga. Ia hanya bisa duduk sambil memandang buah
pisang yang sudah berwarna kuning dengan menahan air liurnya.
Sembari duduk dan memandang buah pisang, ia terus
memutar otak untuk menemukan cara bagaimana bisa memakan buah tersebut.
Beberapa saat setelah ia duduk dan merenung, datanglah seekor Kera untuk minum
disungai. Masalah terselesaikan. Kera adalah hewan yang pintar memanjat pohon.
Dalam hatinya Kancil berujar, aku akan meminta bantuannya untuk memetikkan buah
pisang tersebut. Si Kancil kemudian mendekati sang kera yang tengah asyik minum
air sungai. Karena lapar yang begitu hebatnya, tanpa banyak basa-basi Kancil
langsung mengutarakan niatnya. Kera adalah binatang yang sangat menyukai
pisang. Begitu mendengar bahwa disekitar tempat itu ada buah pisang yang sudah
masak ia langsung merasa lapar.
“dimana pohon pisangnya” Tanya sang Kera kepada Kancil.
“tunggu dulu tuan Kera. Saya akan memberitahukan dimana
letak buah pisang itu asalkan tuan mau memenuhi persyaratan yang saya ajukan”
kata Kancil
“baik katakan saja apa sayaratnya”
“saya ingin tuan yang memanjat pohon, kemudian pisang-pisang
itu kita bagi dua. Bagaimana tuan? Anda setuju?”
Sang Kera diam sejenak sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“baiklah, aku setuju denganmu. Tapi bagaimana caranya untuk membagi buah pisang
itu?”
“gampang saja tuan Kera.” Jawab Kancil “setiap anda
memakan satu buah pisang diatas pohon, anda juga harus melemparkan kepada saya
satu. Demikian seterusnya. Anda setuju?” Kancil menawarkan
“baiklah, aku setuju. Dimana pohon pisangnya?”
“mari ikuti saya.”
Kancil berjalan didepan dan sang Kera mengikutinya. Tak
beberapa lama mereka berjalan, sampailah keduanya pada tempat tujuan. Tepat
didepan mereka terdapat rumpun pohon pisang dimana dari salah satu pohonnya
sudah ada yang berbuah masak. Tanpa menunggu komando dari Kancil, Kera langsung
memanjat. Dalam hitungan detik ia sudah berada diatas. Ia pun memetik dua buah pisang
dimana satu untuknya dan satu untuk si Kancil. Mereka berdua langsung memakan
buah pisang tersebut dengan lahapnya. Namun dalam hal memakan pisang, Keralah
juaranya. Buah yang berada pada tangan si Kancil belum habis setengah, buah
pisang milik sang Kera sudah habis duluan. Iapun kemudian melemparkan kulit
pisang yang baru saja habis dimakannya kebawah dekat dengan kancil. Tiba-tiba
muncullah akal buruk dalam pikirannya. Ya, dia hanya akan memberikan kulit
pisang saja kepada Kancil. Bukankah Kancil adalah hewan pemakan sayur dan buah?
Pasti kulit pisangpun dia juga doyan. Sang kera kemudian memetik buah pisang
selanjutnya. Namun kali ini ia hanya memetik satu buah saja untuk dirinya
sendiri. Karena kecepatan makannya terhadap pisang, maka buah pisang yang kedua
ini habis berbarengan dengan buah pertama milik si Kancil.
Melihat pisang milik Si Kancil juga sudah habis, maka ia
segera memetik pisang kembali, tapi hanya satu untuk dirinya sendiri. Dan ia
kemudian melemparkan kulit pisang yang sudah habis dimakannya kearah si Kancil.
Kancilpun dengan senang hati menerima jatahnya, tapi ketika ia mendekat pada
pisang yang baru saja dilemparkan oleh Kera ia kaget alang kepalang. Ternyata
yang diterimanya barusan hanyalah kulitnya saja, sementara isinya sudah tak ada
lagi. Kancil berteriak menyeru kepada Kera. “Tuan mengapa buah yang anda
lemparkan hanya kulitnya saja?” Kera yang berada diatas pohon berpura-pura
tidak mendengar secara jelas teriakaan Kancil, karena waktu itu kebetulan angin
sedang berhembus kencang. “apa? Suaramu tidak begitu jelas. Ulangi lagi
pertanyaanmu, lebih keras!” Kancil mengulang lagi perkataannya dengan suara
yang lebih lantang. Demikian juga Kera, iapun kembali hanya mengulang
jawabannya dengan suara yang lebih keras pula.
Akhirnya Kancil tidak bisa berbuat banyak dengan apa
yang sedang terjadi. Ia terus-menerus menggerutu karena ternyata hanya bisa
menikmati kulit pisang, padahal ia-lah yang merasa paling berjasa karena
menemukan pohon pisang itu. Kesal, marah dan dendam bercampur menjadi satu
dalam hati Kancil. Hatinya bertambah kesal karena Kera tetap saja tidak peduli.
Diatas dahan sang Kera terus memakan buah pisang dan hanya melemparkan kulitnya
saja pada si Kancil demikian sampai setandan pisang diatas pohon habis diamakan
sang Kera.
Kancil berusaha tetap memasang muka tenang dan sabar
ketika sang Kera turun dari pohon dan menghampirinya. “kenapa kamu tidak
meminta buahnya kepadaku? Apakah kamu lebih menyukai kulit pisang daripada
isinya?” Tanya Kera. Kancil yang sebenarnya sangat kesal karena kelakuan Kera,
menjawabnya dengan penuh diplomatis. “ya benar. Saya adalah hewan yang jauh
lebih suka kepada kulit pisang daripada buahnya. Dan saya kira anda adalah
hewan yang sangat menyukai pisang daripada kulitnya. Karena itulah, saya merasa
pembagian buah pisang antara saya dan anda barusan sangatlah adil.” Selesai
perbincangan itu, keduanya sepakat untuk berpisah. Kancil berjalan mengikuti
arah aliran sungai sementara Kera kearah sebaliknya.
Beberapa hari kemudian, secara kebetulan Kancil dan Kera
bertemu lagi. Mereka berdua saling bertegur sapa dan menanyakan hendak kemana
tujuannya. Dengan pongahnya Kera mengatakan bahwa ia baru saja menghadap Harimau
sang raja hutan serta sedang mengemban tugas rahasia demi ketentraman seluruh
penghuni rimba. Kancil sebagai hewan yang terkenal cerdik tidak kurang akal
untuk mencari tahu tugas apa yang sebenarnya tengah diemban oleh Kera. “tuan,
tugas apa gerangan yang sedang tuan emban? Kalau boleh ijinkan saya untuk
menyertai tuan mengemban tugas mulia dari sang raja.” Tanya Kancil merendahkan
diri.
“aku rasa kau tidak akan mampu membantuku mengemban
tugas ini. Karena tugas ini terlalu rumit dan berat.” Jawab Kera.
Kancil tidak menyerah begitu saja. “saya menyertai tuan
bukan untuk membantu tuan dalam hal tugas, tapi saya hanya ingin menjadi
pembatu tuan agar tuan tidak kekurangan suatu apapun.”
Kera mulai menimbang apa yang diusulkan oleh kancil. Ya,
paling tidak jika ada yang menyertainya maka ia tidak harus mencari makan
ataupun minum sendiri. “kalau begitu baiklah, kau boleh mengikutiku. Tapi kau
harus ingat bahwa, kau hanya membantukuku dalam mencari makanan dan minuman,
bukan untuk menemukan pusaka yang diperintahkan sang raja.”
“pusaka?” sahut Kancil. “Pusaka apa yang tuan cari?”
Kera menyadari kesalahannya. Ia sudah terlanjur
mengatakan tentang tugas yang diembannya dari sang raja. “baiklah, karena aku
sudah terlanjur mengatakannya maka aku akan menceritakan padamu.” Kera mengajak
Kancil berjalan menyusuri hutan belantara. Ia kemudian menceritakan bahwa
Harimau sang raja hutan baru saja menerima wangsit melalui mimpinya. Dalam
bisikan tersebut dikatakan bahwa, ada pusaka milik para dewa yang tertinggal
didalam hutan. Pusaka tersebut berbentuk sebuah kenong wasiat yang apabila
dipukul akan menimbulkan suara gemuruh yang hebat hingga seluruh hutan akan
mendengarnya. Sang raja juga mengatakan, bahwa siapapun yang mempunyai pusaka
tersebut akan selalu dilindungi oleh para dewa. Raja menginginkan pusaka itu
bukan hanya untuk mendapatkan berkah dari para dewa, namun juga, jika pusaka
berhasil didapatkan maka ia tidak perlu susah-susah dalam mengumpulkan
warganya. Karena suara gemuruh yang ditimbulkan oleh kenong dewa juga akan
digunakan sebagai tanda bahwa raja menghendaki semua rakyatnya berkumpul.
Demikian kera menjelaskan perintah yang sedang diembannya.
Sembari bercerita, keduanya terus berjalan melintasi
belantara luas. Hari mulai sore. Kera sebagai pemimpin, memutuskan untuk
beristirahat dan meneruskannya keesokan hari. Kancil sadar bahwa dalam perjalanan
ini ia adalah pembantu kera. Maka dengan cekatan, ia menyiapkan tempat
istirahat untuk majikan barunya. Setelah tempat istirahat untuk sang majikan
selesai, maka si Kancil segera pergi untuk mencari tempat makanan dan minuman.
Ternyata, tak jauh dari tempat mereka beristirahat ada sebuah danau kecil
dengan air yang jernih serta dikelilingi oleh pohon berbagai macam buah yang
mulai ranum. Kancil memanfaatkan situasi ini untuk berkeliling melihat
pemandangan sekitar danau.
Kancil berjalan menyisir setiap sudut danau hingga
sampailah disebatang pohon delima yang tengah berbuah lebat. Karena merasa
sudah cukup jauh berjalan. Ia memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat.
Kancil menyandarkan tubuhnya pada batang mungil pohon delima. Karena terlalu
lelah berjalan, akhirnya Kancil tertidur ditempat itu. Tapi belum lama ia
terlelap, telinganya yang tajam menangkap suara berdengung yang membisingkan.
Kancil memasang mata dan telinga untuk mencari sumber suara. Ternyata suara
tersbut berasal dari ribuan tawon Gung yang hendak pulang kerumahnya di atas
pohon nangka yang tak jauh dari tempatnya bersandar. Sekawanan lebah itu hendak
pulang kesarang mereka setelah seharian mencari makan. Mata si Kancil tak bisa
lepas mengikuti kawanan lebah sampai dirumahnya yang berbentuk bulat dan
menggantung. Alangkah besarnya kuasa pencipta alam ini, pikirnya.
Belum habis ketakjuban si Kancil terhadap sang pencipta,
dari kejauhan ia mendengar suara sang Kera memanggilnya. Mendengar panggilan
dari sang Kera, Kancil buru-buru menjawab dan menghampirinya. “dari mana saja
kamu? Kenapa lama sekali?” Tanya Kera marah-marah. Kancil yang sadar bahwa
posisinya sekarang hanya sebagai pembantu Kera berusaha menenangkan situasi.
“maaf tuan, bukannya saya melupakan apa yang menjadi kewajiban saya. Saya tidak
buru pulang, karena saya ingin berkeliling sekitar danau untuk mencari makanan
yang terbaik untuk tuan.” Kata Kancil menjelaskan. Kerapun akhirnya mengerti
bahwa kancil berlama-lama didanau hanya untuk mencarikan mana yang terbaik
untuknya.
“lalu apa yang kau dapatkan?” Tanya Kera dengan suara
yang lebih rendah.
“banyak sekali
tuan. Namun sesuai apa yang saya ucapkan, saya mencari yang terbaik untuk tuan.
Yaitu pisang!”
“pisang?” Kera balik bertanya penuh girang.
“iya tuan, disebelah sana.” Kancil menunjuk arah bertolak belakang
dari tempatnya tertidur tadi. Mereka berdua saling beriringan menuju rumpun
pohon pisang yang ditunjukan kancil. Kera langsung memanjat pohon pisang
tersebut sesampainya disana. Kembali, kejadian beberapa hari yang lalu harus
terulang. Kera menikmati pisang tersebut untuk dirinya sendiri dan memberikan
kulitnya kepada si Kancil. Kejadian ini tentu saja membuat sakit hati Kancil
kepada Kera semakin menjadi. Dengan keadaanya saat ini, yaitu selalu bersama
dengan Kera maka akan semakin besar kesempatannya untuk membalas sakit hatinya.
Matahari sudah hilang digantikan gelapnya malam saat
Kancil dan Kera melangkah menuju tempat peristirahatan mereka. Kera langsung
terlelap tidur diatas tumpukan daun kering yang disiapkan Kancil tadi siang.
Sementara Kancil tetap saja tak bisa memejamkan mata. Ia terus berpikir
bagaimana bisa melampiaskan sakit hatinya terhadap Kera. Terus ia berpikir dan
akhirnya ide itu datang juga.
Kancil yang baru saja mendapatkan ide cemerlang,
langsung meninggalkan tempat peristirahatan. Ia berjalan kearah danau menuju
pohon delima yang tengah berbuah lebat. Disinilah ia akan melakukan pembalasan
terhadap Kera. Waktu berlalu begitu lambat rasa si Kancil. Ketika rasa bosan
hampir menghinggapi, jauh dari dalam lebatnya hutan terdengar kokok ayam jantan
membahana. Matanya yang semula dihinggapi oleh kantuk serta merta kembali
bersinar cerah. Semua kantuknya hilang bersamaan lengking suara ayam jantan
menandakan pagi. Ia bergegas duduk bersila dibawah pohon delima.
Langit yang semula kelam telah berubah warna menjadi
merah membara. Rimba belantara yang semula gulita perlahan-lahan menjadi terang
dan hangat hingga membangunkan Kera dari lelap tidurnya. Perlahan ia duduk
diatas tumpukan daun kering yang semalam menjadi alas tidurnya. Ada yang aneh, ia tidak
melihat si Kancil disekitar situ. Lalu kemana dia? Mungkinkah sedang mencari
makanan untuknya? Ya, pasti Kancil tengah mencari makanan. Namun setalah lama
menunggu, ternyata Kancil tidak kelihatan batang hidungnya. Apakah Kancil telah
pergi meninggalkannya? Tidak, tidak mungkin Kancil pergi. Ia tentu saja ingin
turut berjasa bagi sang raja. Tapi kemana ia pergi? Kera tak mau berlama-lama
dengan pertanyaan yang terus berkecamuk dalam hatinya. Ia memutuskan untuk
pergi mencari Kancil sekaligus berusaha menemukan makanan. Tak beberapa lama
berjalan, ia akhirnya melihat sang Kancilyang tengah duduk manis dirimbunya rerumputan hutan tak jauh
dari pohon Delima. Namun apa yang sedang dilakukan Kancil, Tanya Kera dalam
hati. Ia berjalan mendekati si Kancil yang sedang duduk bersila layaknya
pertapa.
“apa yang kamu lakukan?” Tanya Kera membentak. Kancil
terperanjat kaget. Matanya membelalak dan kakinya mundur beberapa langkah. “apa
yang kamu lakukan?” Tanya Kera sekali lagi. Cukup lama Kancil membelalakkan
mata tanpa bisa bersuara. “kenapa kamu?” Tanya Kera sekali lagi. Barulah Kancil
seolah-olah mendapatkan kembali separuh nyawanya. Ia buru-buru menjawab
pertanyaan Kera “maafkan saya, tidak segera menjawab pertanyaan tuan. Saya tadi
merasakan bahwa sukma saya sedang berada dialam lain. Alam para dewa.”
Kera terheran-heran mendengar jawaban Kancil. “alam para
dewa? Apa maksudmu?” Kancil berjalan mendekati Kera “bukankah tuan sedang
mencari pusaka kenong para dewa dihutan ini? Waktu mencari makanan kemarin
sore, saya mendapat bisikan dari peri penunggu danau ini. Ia menyuruh saya agar
bertapa di tempat ini. Oleh karena itu, semalam saya meninggalkan tuan ketika
sudah terlelap.”
“lalu apa yang kau dapatkan?” lanjut Kera. Kancil tidak
langsung menjawab pertanyaan majikannya. Ia malah nampak kebingungan. “kenapa
kau malah bingung seperti itu? Kau membohongiku dengan mengarang cerita tentang
peri penunggu danau?” Kera bertanya.
“bukan, bukan begitu tuan. Sebenarnya saya tadi sudah
mendapat petunjuk dimana kenong pusaka itu. Tapi………”
“tapi apa?” Desak Kera.
“saya tidak berani mengatakannya.” Mendengar jawaban
Kancil yang berbelit-belit tersebut, tentu saja membuat Kera naik pitam. Ia
kemudian mencengkeram leher Kancil kuat-kuat. “katakan atau kupatahkan
lehermu?”
“baik tuan.”ucap kancil setengah ketakutan. Kera
melepaskan cekikannya. “sekarang ceritakan.” Ucapnya.
Kancil menarik nafas panjang sebelum mulai bercerita.
“saya memang telah mengetahui letak dan kelebihan dari
pusaka tersebut berkat petunjuk para dewa. Siapapun yang memiliki pusaka kenong
wasiat itu akan menjadi penguasa seluruh belantara menjadi wakil para dewa yang
tak terbantahkan.”
“aku sudah tahu tentang kelebihan kenong wasiat itu,
semuanya! Sang raja, telah memberitahuku.” Kata Kera menyela cerita Kancil.
“kalau tuan sudah tahu dengan semua kelebihan itu,
mengapa tuan tidak ingin memilikinya? Jika memukulnya, tuan bisa memanggil para
dewa dan memohon bantuannya. Dengan senang hati, para dewa tersebut akan
membantu tuan.” Kancil merayu!
Kera, mulai termakan rayuan Kancil. Raut wajahnya
menandakan ia mulai berpikir untuk memiliki pusaka tersebut. benar juga apa
yang dikatakan Kancil, dengan Kenong para dewa ditangannya. Bahkan sang Harimau
sang raja hutanpun bukan lawan yang sepadan.
“tuan, semua hewan penghuni hutan ini akan tunduk pada
anda termasuk sang raja. Tidakkah anda ingin melihat keturunan anda hidup
mulia?” Tambah Kancil meyakinkan.
Keraguan sekaligus keinginan Kera mengenai Kenong pusaka
tersebut semakin menjadi.
“benar juga apa yang kau katakan, tapi mengapa kau tidak
ingin memiliki pusaka tersebut sementara kau telah mengetahui dimana pusaka
tersebut berada?” Tanya Kera.
“pada mulanya saya memang ingin memiliki pusaka
tersebut, namun ternyata Kenong dewa itu terletak disuatu tempat yang tidak
bisa saya ambil. Dan tuanlah satu-satunya harapan saya. Kalau tuan bisa
mendapatkannya, saya hanya berharap semoga saja tuan mau menerima saya dan
seluruh keturunan saya nantinya menjadi abdi tuan yang paling setia.”
Jawaban yang sempurna dari Kancil membuat Kera yakin
bahwa apa yang dikatakan pembantunya tersebut bukanlah sebuah kebohongan.
“memang dimana letak pusaka itu hingga kau tak bisa
mengambilnya?” Tanya Kera penuh ingin tahu.
“ikutlah dengan saya tuan.”
Kancil membawa Kera mendekati pohon delima kemudian ia
berhenti.
“pasang telinga tuan baik-baik dan dengarkanlah.”
Perintah Kancil.
Kera yang sudah sangat penasaran dengan keberadaan
Kenong pusaka menurut saja. Sayup-sayup ia mulai mendengar suara gemuruh yang
berasal dari tempat diatasnya.
“tuan mendengarnya? Suara gemuruh itu? Itu adalah efek
yang ditimbulkan cari Kenong Dewa tersebut. dan jika ia dipukul, maka seluruh
hutan ini akan mendengarnya sebagai pertanda bahwa yang memukulnya adalah raja
baru mereka.” Kancil menjelaskan.
“lalu?” Kera mendesak.
Kancil melanjutkan penjelasannya.
“pusaka Kenong Dewa tersebut terletak menggantung
dipuduk pohon nangka disamping pohon delima itu. Anda adalah bintang yang
paling pandai memanjat, jadi letak pusakan itu bukan menjadi masalah dengan
anda.”
Mengetahui keberadaan Kenong Dewa tersebut, Kera
bergegas hendak memanjat pohon Nangka yang ditunjukkan Kancil, Kancil segera
mencegahnya.
“tunggu tuan! Penjelasan saya belum berakhir.”
“penjelasan apa lagi?” Kera naik pitam.
“tuan harus memukul Kenong Dewa dengan tengan tuan
sendiri. Tuan juga harus memejamkan mata serta muka tuan juga harus berada
tepat didepannya. Karena penunggu Kenong Dewa itu selain mengenal muka anda
juga harus hafal dengan aroma tubuh tuan.” Jelas Kancil selanjutnya.
“hanya itu persyaratannya?”
“benar tuan. Namun, saya tidak berani untuk menunggu disini. Suara Kenong Dewa itu akan memecahkan
kendang telinga saya. Tapi tuan tidak usah khawatir dengan itu. Sebab, menurut
wasiat yang saya terima siapapun yang memukul pusaka itu akan mendengarkan suara
layaknya alunan musik surgawi.”
“baiklah kalau begitu. Tunggu aku ditempat rumpun pisang
yang kemarin. Setelah berhasil mengambilnya.” Kera memerintah.
“duli tuanku.” Kancil segera meninggalkan tempat itu,
dan Kera juga langsung memanjat pohon Nangka tempat bersemayamnya Kenong Dewa
incaran Harimau sang raja hutan. Kancil berlari sekuat tenaga, karena ia tahu
apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kera memanjat pohon Nangka dengan cepatnya. Matanya
tajam mengawasi puncak pohon dan telinganya semakin jelas mendengar dengung
suara kenong Dewa. Akhirnya, mata sang
Kera menangkap benda berwarna coklat berbentuk bulat layaknya Kenong.
Semangatnya memuncat, hingga ia mempercepat langkahnya menuju puncak pohon
dimana pusaka itu berada. Saat Kenong Dewa itu sudah tepat berada didepan mata,
kemudian ia menciumnya dan mulai memejamkan mata. Semua petunjuk dari Kancil
telah dijalankannya, hanya kurang satu lagi. Yaitu memukulnya sekuat tenaga.
Dengan hati berdebar-debar dan penuh harap, ia kumpulkan segenap tenaganya kemudian
memukul kenong tersebut kuat-kuat. Bersamaan dengan tangannya menembus Kenong
Dewa yang ternyata adalah sarang tawon Gung tersebut maka ribuan tawon yang
merasa terusik keluar dari sarangnya untuk mencari tahu.
Kera masih memejamkan mata hingga ia tidak tahu apa yang
sebenarnya tengah terjadi. Ia baru sadar, ketika seluruh tubuhnya mulai
merasakan sakit karena sengatan ribuan lebah. Mengetahui bahaya yang mengancam,
sang Kera langsung beranjak turun dari pohon. Namun lebah-lebah yang tak
terhitung banyaknya tidak begitu saja membiarkan Kera lolos begitu saja. Mereka
terus mengejar sang Kera disertai sengatan-sengatan disekujur tubuhnya hingga
bengkak disana-sini.
Kera terus berlari dengan diikuti lebah-lebah yang
mengejar sambil tak hentinya mengumpat si Kancil. Ribuan lebah itu baru
berhenti mengejarnya setelah Kera bersembunyi dengan jalan membenamkan dirinya di
danau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar