Sudah beberapa hari ini Harimau pergi
meninggalkan pusat kerajaan hutan untuk mengembara. Sama sekali tidak ada kabar
tentang bagaimana keadaanya dan dimana ia sekarang. Seluruh tugas terdahulunya
dibebankan kepada Gajah yang kini menjadi penguasa sementara di hutan. Lama
hanya berdiam diri disekitar daerah kekuasaan barnya itu tentu saja membuat
Gajah bosan. Pagi itu ia memutuskan untuk pergi berjalan-jalan menikmati
indahnya mentari. Kedudukan baru yang dimiliki oleh Gajah saat ini menjadikannya
agak congkak. Ia berjalan dengan sombongnya karena merasa tidak akan ada yang
berani terhadapnya. Badannya yang besar dengan belalai kuat dengan disertai
gading tajam sudah cukup membuat dirinya disegani oleh pemghuni hutan, apalagi
sekarang dia adalah raja maka semua warga hutan harus tunduk dan menghormatinya.
Mentari belumlah tinggi saat Gajah
melangkahkan kaki meninggalkan tempat tinggalnya. Ia berjalan dengan tidak
menghiraukana apapun disekitarnya. Ratusan pohon-pohon kecil terinjak hingga rusak
dan mati. Demikian juga dengan yang terjadi pada hewan-hewan kecil seperti
rayap dan semut, tidak sedikit dari mereka yang mati akibat injakkan kaki sang
raja baru. Gajah sama sekali tidak menyadari bahwa langkah kakinya telah
menyakiti banyak pihak. Sama sekali ia tidak mempedulikan dengan kerusakan yang
ditimbulkannya malah terlihat sangat menikmatinya. Semakin jauh ia melangkah,
semakin langkah kakinya membuat kerusakan hutan dan ratusan hewan-kecil yang
mati.
Akhirnya sampailah ia di sebuah telaga
yang airnya jernih, dan segera ia berendam dan bermain disana. Dengan
belalainya ia menyedot air sebanyak-banyaknya untuk kemudian demprotkan keatas.
Tubuh raksasanya bergelimpangan kekiri dan kekanan hingga mengakibatkan telaga
yang semula jernih menjadi keruh. Puluhan ikan mas yang semula berenang tenang
dan ceria kini menjadi pusing karena keruhnya telaga.
Puas bermain air, Gajah meninggalkan
telaga. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah
menyebabkan beberapa ikan menjadi pingsan karenanya. Ia berjalan dengan congkak
untuk kembali kerumahnya. Suaranya melengking tajam mengiringi langkah kakinya.
Gajah terus berjalan seenaknya tanpa memperhatikan apa yang dilaluinya. Puluhan
semut yang tidak bersalah kembali terinjak dan tidak sedikit dari mereka yang
mati. Gajah kemudian beristirahat sesampainya ia dirumah barunya.
Ratusan Semut yang merasa terganggu
dengan tingkah laku Gajah tersebut, kemudian datang menghadap raja mereka.
Kepada raja Semut, mereka kemudian menceritakan semua kejadian yang baru saja
mereka alami pagi ini. sang rajapun mendengarkannya dengan seksama dan penuh
perhatian.
“Kalau begitu, aku akan menghadap
kepada Gajah untuk menyampaikan keluhan kalian sore ini.” Demikian ucap
pemimpin Semut ini pada rakyatnya.
“Terimakasih banyak yang mulia.”
Serombongan Semut tersebut kemudian
segera pulang setelah puas dengan jawaban dan janji raja mereka.
Tidak menunggu waktu lama, raja Semut
inipun segera pergi meninggalkan sarangnya untuk menemui sang Gajah dengan
harapan ia bisa sampai di kediaman Gajah pada sore harinya. Benar saja, pimpinan
Semut ini. Raja Semut inipun langsung mengatakan kepada Merpati sang hulubalang
raja, bahwa ia ingin bertemu dengan Gajah karena ada hal penting yang hendak ia
sampaikan.
“Baiklah, tunggu disini. Aku akan
menemui sang raja.”
Merpatipun terbang meninggalkan Semut
guna menemui sang Gajah. Terlihat sang raja baru tengah bersantai menikmati
suasana senja di tempat barunya. Merpatipun turun dan berdiri di hapadan
rajanya.
“Ada apa engkau menghadapku?”
“Raja semut ingin menghadap yang
mulia, dan sekarang ini ia telah berada di gerbang istana yang mulia.” Jelas
Merpati.
“Semut? Untuk apa ia menghadapku?
Sepertinya aku tidak pernah punya kepentingan dengannya.” Gajah terheran-heran.
“Bagaimana yang mulia? Apakah paduka
berkenan menerima sekarang atau menyuruhnya menunggu sampai esok hari?”
“Baiklah, suruh dia menghadapku. Aku
penasaran ada apa gerangan ia ingin bertemu denganku.”
“Terimakasih yang mulia.”
Merpati pergi meninggalkan kediaman
sang raja untuk menemui Semut yang menunggu di gerbang kerajaan.
“Bagaimana tuan hulubalang? Apakah
sang raja berkenan meneriman saya hari ini?” Semut langsung bertanya ketika
melihat Merpati sudah berada dihadapannya kembali.
“Sang raja menunggu kedatanganmu
sekarang.”
“Terimakasih tuan Merpati. Kalau
begitu saya akan segera menemui yang mulia. Sekali lagi saya ucapkan
terimakasih.”
Tanpa menunggu jawaban Merpati, Semut
masuk kedalam kerajaan guna bertemu raja baru yang telah menindas rakyatnya.
“Ada apa kau ingin bertemu dengan
denganku?” Tanya Gajah ketika Semut sudah berada dihadapannya.
Semut kemudian menjelaskan bahwa
kedatangannya kali ini untuk menyampaikan keluhan dari warganya tentang apa
yang telah dilakukan oleh Gajah tadi pagi.
“Tidak sedikit dari saudar-saudara
hamba yang meninggal karena terinkaj oleh kaki paduka”. Jelasnya melanjutkan.
“Lantas apa yang kau inginkan?”
“Hamba hanya mohon agar paduka lebih
memperhatikan setiap jengkal jalan yang hendak yang mulia lewati. Disamping
perjalanan yang mulia akan lebih aman, juga tidak akan menimbulkan malapetaka
bagi yang lainnya.”
Gajah terdiam mendengar nasehat dari
sang Semut. Namun ia diam bukan karena tersentuh hatinya, malainkan lebih
disebabkan oleh kemarahannya yang tertahan. Aku adalah raja dan memiliki kekuatan
yang sangat besar. Mengapa harus mendengarkan nasehat dari hewan kecil seperti
Semut? Demikian pikirnya.
Tapi sebagai raja, ia tetap harus
menjaga perasaan dari rakyatnya. Gajah harus tetap bias berkata lembut walaupun
hatinya tengah dilanda kemarahan.
“Kalau begitu baiklah. Aku terima
saran darimu. Sekarang kembalilah kau kepada trakyatmu dan sampaikan permintaan
maafku pada mereka.” Kata Gajah dengan manis.
“Terimakasih banyak yang mulia,
rasanya memang tidak salah kalau sang Harimau memberikan kepercayaanya kepada
tuan. Hamba mohon pamit.”
Gajah melepaskan kepergian Semut
dengan tatapan mata sinis. Ia merasa terhina karena diperingatkan oleh seekor
hewan yang sangat kecil dan lemah.
“Berani sekali Semut itu.” Gumam sang
Gajah.
Seperti hari yang lalu, pagi itu sang
Gajah keluar dari kediamannya untuk sekedar berjalan-jalan melihat daerah
sekelilingnya. Beberapa lama berjalan, ia melihat sekelompok Semut yang tengah
berjalan untuk mencari makan. Seketika itu pula sang raja baru ini teringat
akan kata-kata pemimpin Semut yang menemuinya kemarin. Kebenciannya pada hewan
kecil itu tiba-tiba memuncak dan muncullah niatnya untuk meluapkan sakit
hatinya.
Dengan kepala mendongak penuh
kecongkakan, sang Gajah mempercepat langkahnya guna melampiaskan kemarahannya
dengan cara menginjak ratusan semut yang tengah berjalan beriringan. Akibatnya
ratusan Semut tersebut terluka dan mati.
Puas dengan apa yang dilakukannya,
Gajah meninggalkan ratusan Semut yang terluka dan mati. Sementara Semut yang
bisa menyelematkan diri segera melaporkan kejadian tersebut kepada raja mereka.
Mendengar kejadian yang menimpa rakyatnya, meledaklah kemarahan pemimpin Semut
ini. Ia tidak menyangka ternyata janji Gajah padanya hanyalah omong kosong
belaka. Tidak menunggu waktu lama, raja Semut ini kemudian mengumpulkan seluruh
rakyatnya dan jutaan Semutpun berbondong-bondong memenuhi panggilan pemimpin
mereka.
Raja Semut yang tengah marah ini
lantas mengatakan apa maksudnya memanggil semua rakyatnya untuk berkumpul. Ia
menjelaskan bahwa Gajah telah menindas bangsa Semut, sang raja juga
menceritakan bahwa Gajah juga telah melanggar janji dan kesepakatan dengannya.
“Kita harus melawan pemimpin seperti
itu.” Raja Semut menambahkan.
“Bagaimana kita bisa melawan Gajah
yang teramat kuat dan besar?” Tanya salah seorang Semut nampak ragu.
“Jika kita semua mau bersatu, rasanya
tidak ada yang tidak mungkin. Kita berjumlah jutaan dan mempunyai satu tujuan
yaitu mengalahkan pemimpin yang menindas kita.”
“Apakah anda punya gagasan untuk
mengalahkan sang Gajah yang perkasa tuanku?”
Pemimpin Semut inipun terdiam sesaat
mendengar pertanyaan dari salah satu warganya. Namun tidak lama ia termenung,
raut wajah sang pemimpin ini kembali berseri.
“Aku punya ide!” Demikian katanya
penuh kegirangan. “Namun kita semua harus bekerja sama dan bahu-membahu.”
Tambahnya
“Apa yang menjadi gagasan anda tuan?
Bukankah selama ini kita selalu saling membantu dan bekerja bersama-sama? Jadi
bukankalah sebuah masalah apabila anda menyuruh kami untuk bekerjasama.
Katakan, apa yang menjadi ide yang mulia?”
“Ikutilah aku. Aku akan menunjukkan
rencanaku kepada kalian.”
Raja Semut berjalan keluar dari
sarangnya dengan diikuti oleh jutaan rakyatnya. Ternyata raja Semut ini
menuntun rakyaknya ke sebuah lubang besar yang terletak tidak jauh dari telaga
tempat Gajah biasanya mandi diwaktu pagi. Lubang itu cukup tersembunyi diantara
semak dan ilalang.
Sampai ditempat itu, sang raja
kemudian memerintahkan jutaan rakyatnya untuk memungut ranting dan dedaunan
keraing untuk menutup lubang tersebut. Tanpa banyak pertanyaan, jutaan pasukan
Semut melaksanakan perintah dari sang raja. Mereka bekerja sama saling
bahu-membahu mengangkut ranting-ranting kering yang banyak ditemukan disekitar
telaga itu. Untuk memindahkan ranting yang sangat besar bagi mahluk seukuran
Semut, tidak menjadi sesuatu yang berat karena mereka mengerjakannya secara
bersama. Setelah semua lubang tertutup oleh ranting-ranting pohon, sang raja
kemudian memerintahkan untuk kembali menutupnya dengan dedaunan kering dan
ilalang.
Hari belumlah malam ketika seluruh
bagian dari lubang besar itu tertutup oleh ranting dan dedaunan kering.
“Esok hari, ditempat ini kita akan
menghentikan penindasan sang Gajah kepada kita.” Kata sang raja.
“Saya belum mengerti apa yang tuan
maksudkan?”
“Kita akan menjebak Gajah disini.”
Jelasnya. “Kita akan memancing Gajah untuk sampai ketempat ini. Malam ini, kita
semua akan menginap disini dan besok aku akan memimpin kalian untuk memancing
Gajah sampai ketempat ini. sekarang beristirahatlah, karena besok pagi kita
akan melakukan sesuatu yang melelahkan.”
Demikianlah, jutaan Semut akhirnya
menginap di lubang tersebut. Mereka semua menebak-nebak apa yang menjadi
rencana dari sang raja yang katanya hendak menghentikan penindasan Gajah
terhadap mereka. Namun karena lelah setelah bekerja keras seharian, jawaban
dari pertanyaan mereka tidaklah terjawab. Pada akhirnya para semut itu lelap
tertidur.
Hari yang ditunggu akhirnya datang
juga. Kokok ayam jantan mulai terdengar memecah keheningan. Langit yang semula
gulita nampak mulai memerah dan sang mentari perlahan-lahan muncul di ufuk
timur. Raja Semut dan seluruh rakyatnyapun terbangun. Tanpa diperintah,
sebagian Semut langsung pergi mencari makanan. Sang raja juga langsung berdiri
ditengah-tengah rakyatnya menjelaskan apa yang menjadi rencananya.
“Seperti biasa, aku kira Gajah akan
datang ketelaga itu untuk mandi dan berendam. Sebelum ia sampai ditempat
tujuannya, aku dan beberapa dari kalian akan mengganggu perjalannya dengan
jalan menggigit sang Gajah. Sementara lainnya bersembunyi dan menunggunya di
sekitar lubang jebakan.”
“Kenapa harus tuan yang membawa Gajah
kemari? Bukankah banyak dari kita yang mau melakukan tugas itu?” Seekor Semut
menanggapi.
“Aku adalah pemimpin kalian, jadi
kalaupun ada yang harus terluka ataupun mati dalam rencana ini maka akulah
orangnya.”
“Tapi siapa yang akan memimpin kami
nantinya kalau terjadi apa-apa dengan anda? Lebih baik tugas untuk memancing
Gajah kemari biarlah hamba yang melakukannya.” Ucap Semut lainnya yang ternyata
mendapat dukungan dari semua Semut yang ada di tempat itu. Sang raja tidak bisa
menolak permintaan dari seluruh rakyatnya. Akhirnya ia memilih beberapa Semut
untuk menggantikan tugasnya.
Dari kejauhan, rombongan Semut yang
semula pergi untuk mencari makan juga telah kembali. Semua Semut-semut kemudian
makan bersama-sama untuk kesiapan tenaganya dan mendengarkan paparan mengenai
rencana sang raja.
Benar saja, tidak beberapa lama
setelah semua Semut selesai makan, sayup terdengar suara Gajah memecah
kesunyian hutan. Puluhan Semut yang diserahi tugas untuk menggiring Gajah ke
dalam lubangpun berangkat kejalan setapak yang hendak dilalui sang raja hutan
itu.
Tak lama menunggu, tubuh besar sang
Gajah mulai terlihat menerobos rimbunnya hutan dan semakin mendekati puluhan
semut yang telah menunggunya. Begitu kaki besar dari sang Gajah berada
dihadapannya, pemimpin rombongan Semut itu segera merayap naik ketubuh besar
itu. Sementara yang lainnya berjajar mengarah ke lubang jebakan yang telah
mereka persiapkan. Semut yang merayap di kaki Gajah kamudian menggigit kaki itu
sekuat tenaga. Walaupun tidak begitu saja, tentu saja gigitan itu mengagetkan
sang raja hutan.
Gajah menatap kakinya dimana
didapatinya seekor Semut kecil menggigitnya. Ia sangat marah karena hal itu.
Kemudian dihentak-hentakkan kakinya ketanah dengan tujuan Semut tersebut jatuh.
Benar saja, Semut kecil itu tidak mampu menahan hentakan kaki sang Gajah yang
berusaha untuk melepaskan gigitannya. Pada akhirnya hewan kecil itupun jatuh
ketanah dan langsung berlari kearah lubang yang telah mereka persiapkan.
Kemarahan benar-benar membuat Gajah
gelap mata. Ia kemudian berlari mengejar Semut yang menggigitnya, dan ternyata
ia juga melihat puluhan Semut lainnya disekitar tempat itu. Gajah semakin
bersemangat mengejar Semut-semut yang berlarian menuju lubang jebakan.
Semut-semut yang menjadi umpan itu akhirnya sampai di tengah tengah lubang
jebakan, dan berpura-pura kelelehan.
Menyaksikan hal itu, tanpa pikir
panjang, Gajah melompat hendak menginjak mereka dengan kaki raksasanya. Namun
apa yang dibayangkan tidaklah seperti apa yang ada dipikirannya. Hewan raksasa
itu terperosok masuk lubang ketika kakinya menginjak dedaunan kering penutup
lubang.
Sang raja hutan ini mengeluarkan suara
melengking keras karena sadar telah masuk kedalam jebakan. Usaha kerasnya untuk
keluar dari lubang jebakan yang dalam dan besar itu sia-sia belaka.
Menyaksikan kejadian itu, raja Semut
yang semula bersembunyi bersama jutaan rakyatnyapun keluar. Bersama-sama mereka
menuju lubang dimana sekarang ini Gajah terjebak. Beramai-ramai Semut-semut ini
menaiki tubuh raksasa yang telah menindasnya. Gajahpun tidak tinggal diam, ia
membentur-benturkan tubuhnya pinggiran lubang untuk menghalau Semut-semut
tersebut. Usahanya berhasil membuat puluhan bahkan ratusan Semut mati, namun
yang menyerangnya kali ini berjumlah jutaan. Dan tidak sedikit dari mereka yang
telah berhasil memasuki telinganya dan lubang belalainya.
Gajah berteriak kesakitan dan meminta
ampun kepada Semut-semut yang telah disakitinya. Namun teriakan kesakitan dan
rintihan minta ampun dari sang Gajah tidak bisa membuat Semut berhenti
menggigit seluruh tubuh raksasa itu. Karena begitu banyaknya Semut yang
berhasil masuk kelubang telinga dan belalainya akhirnya Gajah menyerah. Ia
terus berteriak meminta tolong kepada siapa saja yang mendengarnya.
Sementara itu, Harimau yang dalam
perjalanan pulang setelah ditipu mentah-mentah oleh si Kancil, kebetulan berada
di dekat tempat tersebut. Telinganya yang tajam mendengar teriakan meminta
tolong.
“Sepertinya aku kenal dengan suar
itu.” Kata Harimau dalam hati.
Harimau berlari secepatnya menuju
sumber suara tersebut. Tidak butuh waktu yang lama, ia sampai juga kesumber
suara. Betapa kagetnya sang Harimau ketika melihat kejadian didepannya.
“Hentikan!” Bentak Harimau kepada
jutaan Semut.
Suara menggelegar dari Harimau tentu
saja membuat smua Semut terperanjat. Serta merta mereka berhenti menggingit
Gajah yang tidak berdaya itu. Namun karena luka yang dideritanya terlalu parah,
maka nyawa sang Gajah sudah tidak bisa tertolong lagi. Akhirnya hewan besar
yang gagah perkasa harus mati ditangan para Semut-semut kecil yang dianiaya
olehnya.
Tewasnya sang Gajah tentu saja membuat
Harimau marah. Namun, kemarahannya perlahan-lahan mereda setelah mendengar
penjelasan dari raja Semut tentang penindasan yang dilakukan sang Gajah. Sontak
cerita dari raja Semut menyadarkan Harimau bahwa segala yang tidak mungkin bisa
menjadi mungkin dan terwujud dengan usaha yang keras dan bersatu.
Akhirnya, raja hutan ini memerintahkan
kepada raja Semut dan pasukannya untuk menguburkan mayat sang Gajah secara
baik-baik dan memaafkan semua Semut beserta pasukannya yang telah membunuh
wakilnya di hutan itu. Menyaksikan kenyataan yang baru saja terjadi, raja hutan
yang gagah perkasa ini menjadi semakin sadar bahwa ia sebenarnya hanyalah
mahluk kecil yang dapat dengan mudah dikalahkan. Semua keperkasaannya akan
sia-sia jika ia berkelakuan buruk. Sekelompok hewan yang dianggapnya lemah bisa
saja membunuhnya dengan mudah jika ia bertindak lalai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar