Jumat, 22 Juni 2012

gajah dan semut


Sudah beberapa hari ini Harimau pergi meninggalkan pusat kerajaan hutan untuk mengembara. Sama sekali tidak ada kabar tentang bagaimana keadaanya dan dimana ia sekarang. Seluruh tugas terdahulunya dibebankan kepada Gajah yang kini menjadi penguasa sementara di hutan. Lama hanya berdiam diri disekitar daerah kekuasaan barnya itu tentu saja membuat Gajah bosan. Pagi itu ia memutuskan untuk pergi berjalan-jalan menikmati indahnya mentari. Kedudukan baru yang dimiliki oleh Gajah saat ini menjadikannya agak congkak. Ia berjalan dengan sombongnya karena merasa tidak akan ada yang berani terhadapnya. Badannya yang besar dengan belalai kuat dengan disertai gading tajam sudah cukup membuat dirinya disegani oleh pemghuni hutan, apalagi sekarang dia adalah raja maka semua warga hutan harus tunduk dan  menghormatinya.
Mentari belumlah tinggi saat Gajah melangkahkan kaki meninggalkan tempat tinggalnya. Ia berjalan dengan tidak menghiraukana apapun disekitarnya. Ratusan pohon-pohon kecil terinjak hingga rusak dan mati. Demikian juga dengan yang terjadi pada hewan-hewan kecil seperti rayap dan semut, tidak sedikit dari mereka yang mati akibat injakkan kaki sang raja baru. Gajah sama sekali tidak menyadari bahwa langkah kakinya telah menyakiti banyak pihak. Sama sekali ia tidak mempedulikan dengan kerusakan yang ditimbulkannya malah terlihat sangat menikmatinya. Semakin jauh ia melangkah, semakin langkah kakinya membuat kerusakan hutan dan ratusan hewan-kecil yang mati.
Akhirnya sampailah ia di sebuah telaga yang airnya jernih, dan segera ia berendam dan bermain disana. Dengan belalainya ia menyedot air sebanyak-banyaknya untuk kemudian demprotkan keatas. Tubuh raksasanya bergelimpangan kekiri dan kekanan hingga mengakibatkan telaga yang semula jernih menjadi keruh. Puluhan ikan mas yang semula berenang tenang dan ceria kini menjadi pusing karena keruhnya telaga.
Puas bermain air, Gajah meninggalkan telaga. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah menyebabkan beberapa ikan menjadi pingsan karenanya. Ia berjalan dengan congkak untuk kembali kerumahnya. Suaranya melengking tajam mengiringi langkah kakinya. Gajah terus berjalan seenaknya tanpa memperhatikan apa yang dilaluinya. Puluhan semut yang tidak bersalah kembali terinjak dan tidak sedikit dari mereka yang mati. Gajah kemudian beristirahat sesampainya ia dirumah barunya.
Ratusan Semut yang merasa terganggu dengan tingkah laku Gajah tersebut, kemudian datang menghadap raja mereka. Kepada raja Semut, mereka kemudian menceritakan semua kejadian yang baru saja mereka alami pagi ini. sang rajapun mendengarkannya dengan seksama dan penuh perhatian.
“Kalau begitu, aku akan menghadap kepada Gajah untuk menyampaikan keluhan kalian sore ini.” Demikian ucap pemimpin Semut ini pada rakyatnya.
“Terimakasih banyak yang mulia.”
Serombongan Semut tersebut kemudian segera pulang setelah puas dengan jawaban dan janji raja mereka.
Tidak menunggu waktu lama, raja Semut inipun segera pergi meninggalkan sarangnya untuk menemui sang Gajah dengan harapan ia bisa sampai di kediaman Gajah pada sore harinya. Benar saja, pimpinan Semut ini. Raja Semut inipun langsung mengatakan kepada Merpati sang hulubalang raja, bahwa ia ingin bertemu dengan Gajah karena ada hal penting yang hendak ia sampaikan.
“Baiklah, tunggu disini. Aku akan menemui sang raja.”
Merpatipun terbang meninggalkan Semut guna menemui sang Gajah. Terlihat sang raja baru tengah bersantai menikmati suasana senja di tempat barunya. Merpatipun turun dan berdiri di hapadan rajanya.
“Ada apa engkau menghadapku?”
“Raja semut ingin menghadap yang mulia, dan sekarang ini ia telah berada di gerbang istana yang mulia.” Jelas Merpati.
“Semut? Untuk apa ia menghadapku? Sepertinya aku tidak pernah punya kepentingan dengannya.” Gajah terheran-heran.
“Bagaimana yang mulia? Apakah paduka berkenan menerima sekarang atau menyuruhnya menunggu sampai esok hari?”
“Baiklah, suruh dia menghadapku. Aku penasaran ada apa gerangan ia ingin bertemu denganku.”
“Terimakasih yang mulia.”
Merpati pergi meninggalkan kediaman sang raja untuk menemui Semut yang menunggu di gerbang kerajaan.
“Bagaimana tuan hulubalang? Apakah sang raja berkenan meneriman saya hari ini?” Semut langsung bertanya ketika melihat Merpati sudah berada dihadapannya kembali.
“Sang raja menunggu kedatanganmu sekarang.”
“Terimakasih tuan Merpati. Kalau begitu saya akan segera menemui yang mulia. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.”
Tanpa menunggu jawaban Merpati, Semut masuk kedalam kerajaan guna bertemu raja baru yang telah menindas rakyatnya.
“Ada apa kau ingin bertemu dengan denganku?” Tanya Gajah ketika Semut sudah berada dihadapannya.
Semut kemudian menjelaskan bahwa kedatangannya kali ini untuk menyampaikan keluhan dari warganya tentang apa yang telah dilakukan oleh Gajah tadi pagi.
“Tidak sedikit dari saudar-saudara hamba yang meninggal karena terinkaj oleh kaki paduka”. Jelasnya melanjutkan.
“Lantas apa yang kau inginkan?”
“Hamba hanya mohon agar paduka lebih memperhatikan setiap jengkal jalan yang hendak yang mulia lewati. Disamping perjalanan yang mulia akan lebih aman, juga tidak akan menimbulkan malapetaka bagi yang lainnya.”
Gajah terdiam mendengar nasehat dari sang Semut. Namun ia diam bukan karena tersentuh hatinya, malainkan lebih disebabkan oleh kemarahannya yang tertahan. Aku adalah raja dan memiliki kekuatan yang sangat besar. Mengapa harus mendengarkan nasehat dari hewan kecil seperti Semut? Demikian pikirnya.
Tapi sebagai raja, ia tetap harus menjaga perasaan dari rakyatnya. Gajah harus tetap bias berkata lembut walaupun hatinya tengah dilanda kemarahan.
“Kalau begitu baiklah. Aku terima saran darimu. Sekarang kembalilah kau kepada trakyatmu dan sampaikan permintaan maafku pada mereka.” Kata Gajah dengan manis.
“Terimakasih banyak yang mulia, rasanya memang tidak salah kalau sang Harimau memberikan kepercayaanya kepada tuan. Hamba mohon pamit.”
Gajah melepaskan kepergian Semut dengan tatapan mata sinis. Ia merasa terhina karena diperingatkan oleh seekor hewan yang sangat kecil dan lemah.
“Berani sekali Semut itu.” Gumam sang Gajah.
Seperti hari yang lalu, pagi itu sang Gajah keluar dari kediamannya untuk sekedar berjalan-jalan melihat daerah sekelilingnya. Beberapa lama berjalan, ia melihat sekelompok Semut yang tengah berjalan untuk mencari makan. Seketika itu pula sang raja baru ini teringat akan kata-kata pemimpin Semut yang menemuinya kemarin. Kebenciannya pada hewan kecil itu tiba-tiba memuncak dan muncullah niatnya untuk meluapkan sakit hatinya.
Dengan kepala mendongak penuh kecongkakan, sang Gajah mempercepat langkahnya guna melampiaskan kemarahannya dengan cara menginjak ratusan semut yang tengah berjalan beriringan. Akibatnya ratusan Semut tersebut terluka dan mati.
Puas dengan apa yang dilakukannya, Gajah meninggalkan ratusan Semut yang terluka dan mati. Sementara Semut yang bisa menyelematkan diri segera melaporkan kejadian tersebut kepada raja mereka. Mendengar kejadian yang menimpa rakyatnya, meledaklah kemarahan pemimpin Semut ini. Ia tidak menyangka ternyata janji Gajah padanya hanyalah omong kosong belaka. Tidak menunggu waktu lama, raja Semut ini kemudian mengumpulkan seluruh rakyatnya dan jutaan Semutpun berbondong-bondong memenuhi panggilan pemimpin mereka.
Raja Semut yang tengah marah ini lantas mengatakan apa maksudnya memanggil semua rakyatnya untuk berkumpul. Ia menjelaskan bahwa Gajah telah menindas bangsa Semut, sang raja juga menceritakan bahwa Gajah juga telah melanggar janji dan kesepakatan dengannya.
“Kita harus melawan pemimpin seperti itu.” Raja Semut menambahkan.
“Bagaimana kita bisa melawan Gajah yang teramat kuat dan besar?” Tanya salah seorang Semut nampak ragu.
“Jika kita semua mau bersatu, rasanya tidak ada yang tidak mungkin. Kita berjumlah jutaan dan mempunyai satu tujuan yaitu mengalahkan pemimpin yang menindas kita.”
“Apakah anda punya gagasan untuk mengalahkan sang Gajah yang perkasa tuanku?”
Pemimpin Semut inipun terdiam sesaat mendengar pertanyaan dari salah satu warganya. Namun tidak lama ia termenung, raut wajah sang pemimpin ini kembali berseri.
“Aku punya ide!” Demikian katanya penuh kegirangan. “Namun kita semua harus bekerja sama dan bahu-membahu.” Tambahnya
“Apa yang menjadi gagasan anda tuan? Bukankah selama ini kita selalu saling membantu dan bekerja bersama-sama? Jadi bukankalah sebuah masalah apabila anda menyuruh kami untuk bekerjasama. Katakan, apa yang menjadi ide yang mulia?”
“Ikutilah aku. Aku akan menunjukkan rencanaku kepada kalian.”
Raja Semut berjalan keluar dari sarangnya dengan diikuti oleh jutaan rakyatnya. Ternyata raja Semut ini menuntun rakyaknya ke sebuah lubang besar yang terletak tidak jauh dari telaga tempat Gajah biasanya mandi diwaktu pagi. Lubang itu cukup tersembunyi diantara semak dan ilalang.
Sampai ditempat itu, sang raja kemudian memerintahkan jutaan rakyatnya untuk memungut ranting dan dedaunan keraing untuk menutup lubang tersebut. Tanpa banyak pertanyaan, jutaan pasukan Semut melaksanakan perintah dari sang raja. Mereka bekerja sama saling bahu-membahu mengangkut ranting-ranting kering yang banyak ditemukan disekitar telaga itu. Untuk memindahkan ranting yang sangat besar bagi mahluk seukuran Semut, tidak menjadi sesuatu yang berat karena mereka mengerjakannya secara bersama. Setelah semua lubang tertutup oleh ranting-ranting pohon, sang raja kemudian memerintahkan untuk kembali menutupnya dengan dedaunan kering dan ilalang.
Hari belumlah malam ketika seluruh bagian dari lubang besar itu tertutup oleh ranting dan dedaunan kering.
“Esok hari, ditempat ini kita akan menghentikan penindasan sang Gajah kepada kita.” Kata sang raja.
“Saya belum mengerti apa yang tuan maksudkan?”
“Kita akan menjebak Gajah disini.” Jelasnya. “Kita akan memancing Gajah untuk sampai ketempat ini. Malam ini, kita semua akan menginap disini dan besok aku akan memimpin kalian untuk memancing Gajah sampai ketempat ini. sekarang beristirahatlah, karena besok pagi kita akan melakukan sesuatu yang melelahkan.”
Demikianlah, jutaan Semut akhirnya menginap di lubang tersebut. Mereka semua menebak-nebak apa yang menjadi rencana dari sang raja yang katanya hendak menghentikan penindasan Gajah terhadap mereka. Namun karena lelah setelah bekerja keras seharian, jawaban dari pertanyaan mereka tidaklah terjawab. Pada akhirnya para semut itu lelap tertidur.
Hari yang ditunggu akhirnya datang juga. Kokok ayam jantan mulai terdengar memecah keheningan. Langit yang semula gulita nampak mulai memerah dan sang mentari perlahan-lahan muncul di ufuk timur. Raja Semut dan seluruh rakyatnyapun terbangun. Tanpa diperintah, sebagian Semut langsung pergi mencari makanan. Sang raja juga langsung berdiri ditengah-tengah rakyatnya menjelaskan apa yang menjadi rencananya.
“Seperti biasa, aku kira Gajah akan datang ketelaga itu untuk mandi dan berendam. Sebelum ia sampai ditempat tujuannya, aku dan beberapa dari kalian akan mengganggu perjalannya dengan jalan menggigit sang Gajah. Sementara lainnya bersembunyi dan menunggunya di sekitar lubang jebakan.”
“Kenapa harus tuan yang membawa Gajah kemari? Bukankah banyak dari kita yang mau melakukan tugas itu?” Seekor Semut menanggapi.
“Aku adalah pemimpin kalian, jadi kalaupun ada yang harus terluka ataupun mati dalam rencana ini maka akulah orangnya.”
“Tapi siapa yang akan memimpin kami nantinya kalau terjadi apa-apa dengan anda? Lebih baik tugas untuk memancing Gajah kemari biarlah hamba yang melakukannya.” Ucap Semut lainnya yang ternyata mendapat dukungan dari semua Semut yang ada di tempat itu. Sang raja tidak bisa menolak permintaan dari seluruh rakyatnya. Akhirnya ia memilih beberapa Semut untuk menggantikan tugasnya.
Dari kejauhan, rombongan Semut yang semula pergi untuk mencari makan juga telah kembali. Semua Semut-semut kemudian makan bersama-sama untuk kesiapan tenaganya dan mendengarkan paparan mengenai rencana sang raja.
Benar saja, tidak beberapa lama setelah semua Semut selesai makan, sayup terdengar suara Gajah memecah kesunyian hutan. Puluhan Semut yang diserahi tugas untuk menggiring Gajah ke dalam lubangpun berangkat kejalan setapak yang hendak dilalui sang raja hutan itu.
Tak lama menunggu, tubuh besar sang Gajah mulai terlihat menerobos rimbunnya hutan dan semakin mendekati puluhan semut yang telah menunggunya. Begitu kaki besar dari sang Gajah berada dihadapannya, pemimpin rombongan Semut itu segera merayap naik ketubuh besar itu. Sementara yang lainnya berjajar mengarah ke lubang jebakan yang telah mereka persiapkan. Semut yang merayap di kaki Gajah kamudian menggigit kaki itu sekuat tenaga. Walaupun tidak begitu saja, tentu saja gigitan itu mengagetkan sang raja hutan.
Gajah menatap kakinya dimana didapatinya seekor Semut kecil menggigitnya. Ia sangat marah karena hal itu. Kemudian dihentak-hentakkan kakinya ketanah dengan tujuan Semut tersebut jatuh. Benar saja, Semut kecil itu tidak mampu menahan hentakan kaki sang Gajah yang berusaha untuk melepaskan gigitannya. Pada akhirnya hewan kecil itupun jatuh ketanah dan langsung berlari kearah lubang yang telah mereka persiapkan.
Kemarahan benar-benar membuat Gajah gelap mata. Ia kemudian berlari mengejar Semut yang menggigitnya, dan ternyata ia juga melihat puluhan Semut lainnya disekitar tempat itu. Gajah semakin bersemangat mengejar Semut-semut yang berlarian menuju lubang jebakan. Semut-semut yang menjadi umpan itu akhirnya sampai di tengah tengah lubang jebakan, dan berpura-pura kelelehan.
Menyaksikan hal itu, tanpa pikir panjang, Gajah melompat hendak menginjak mereka dengan kaki raksasanya. Namun apa yang dibayangkan tidaklah seperti apa yang ada dipikirannya. Hewan raksasa itu terperosok masuk lubang ketika kakinya menginjak dedaunan kering penutup lubang.
Sang raja hutan ini mengeluarkan suara melengking keras karena sadar telah masuk kedalam jebakan. Usaha kerasnya untuk keluar dari lubang jebakan yang dalam dan besar itu sia-sia belaka.
Menyaksikan kejadian itu, raja Semut yang semula bersembunyi bersama jutaan rakyatnyapun keluar. Bersama-sama mereka menuju lubang dimana sekarang ini Gajah terjebak. Beramai-ramai Semut-semut ini menaiki tubuh raksasa yang telah menindasnya. Gajahpun tidak tinggal diam, ia membentur-benturkan tubuhnya pinggiran lubang untuk menghalau Semut-semut tersebut. Usahanya berhasil membuat puluhan bahkan ratusan Semut mati, namun yang menyerangnya kali ini berjumlah jutaan. Dan tidak sedikit dari mereka yang telah berhasil memasuki telinganya dan lubang belalainya.
Gajah berteriak kesakitan dan meminta ampun kepada Semut-semut yang telah disakitinya. Namun teriakan kesakitan dan rintihan minta ampun dari sang Gajah tidak bisa membuat Semut berhenti menggigit seluruh tubuh raksasa itu. Karena begitu banyaknya Semut yang berhasil masuk kelubang telinga dan belalainya akhirnya Gajah menyerah. Ia terus berteriak meminta tolong kepada siapa saja yang mendengarnya.
Sementara itu, Harimau yang dalam perjalanan pulang setelah ditipu mentah-mentah oleh si Kancil, kebetulan berada di dekat tempat tersebut. Telinganya yang tajam mendengar teriakan meminta tolong.
“Sepertinya aku kenal dengan suar itu.” Kata Harimau dalam hati.
Harimau berlari secepatnya menuju sumber suara tersebut. Tidak butuh waktu yang lama, ia sampai juga kesumber suara. Betapa kagetnya sang Harimau ketika melihat kejadian didepannya.
“Hentikan!” Bentak Harimau kepada jutaan Semut.
Suara menggelegar dari Harimau tentu saja membuat smua Semut terperanjat. Serta merta mereka berhenti menggingit Gajah yang tidak berdaya itu. Namun karena luka yang dideritanya terlalu parah, maka nyawa sang Gajah sudah tidak bisa tertolong lagi. Akhirnya hewan besar yang gagah perkasa harus mati ditangan para Semut-semut kecil yang dianiaya olehnya.
Tewasnya sang Gajah tentu saja membuat Harimau marah. Namun, kemarahannya perlahan-lahan mereda setelah mendengar penjelasan dari raja Semut tentang penindasan yang dilakukan sang Gajah. Sontak cerita dari raja Semut menyadarkan Harimau bahwa segala yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin dan terwujud dengan usaha yang keras dan bersatu.
Akhirnya, raja hutan ini memerintahkan kepada raja Semut dan pasukannya untuk menguburkan mayat sang Gajah secara baik-baik dan memaafkan semua Semut beserta pasukannya yang telah membunuh wakilnya di hutan itu. Menyaksikan kenyataan yang baru saja terjadi, raja hutan yang gagah perkasa ini menjadi semakin sadar bahwa ia sebenarnya hanyalah mahluk kecil yang dapat dengan mudah dikalahkan. Semua keperkasaannya akan sia-sia jika ia berkelakuan buruk. Sekelompok hewan yang dianggapnya lemah bisa saja membunuhnya dengan mudah jika ia bertindak lalai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar